ADJUSTMENT

 by. lutvia fitriana

Halo teman-teman, masih bersama saya ya, selamat datang di blog Rumah Pintar Psikologi.

Kali ini kta belajar bersama mengnenai Adjustmen. Apa itu adjustment??

Pembahasannya ada dibawah ini yaa, dan simak baik-baik.......


PERSONAL ADJUSTMENT

 

1.      Defenisi Personal Adjustment

Personal Adjustment (Penyesuaian diri) merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat diungkapkan oleh Schneiders (dalam Patosuwido, 1993). Sedangkan menurut Sawrey dan Telford (dalam Colhoun & Acocella, 1990) menyatakan Personal Adjustment sebagai interaksi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya yang melibatkan sistem behavioral, kognisi, dan emosional. Dalam interaksi tersebut baik individu maupun lingkungan menjadi agen perubahan.

Selaras dengan Firman (dalam Wijaya , 2016) mengemukakan Personal Adjustment adalah kemampuan seseorang untuk mereaksi kenyataan-kenyataan, situasi-situasi, hubungan-hubungan sosial dalam lingkungannya guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulann bahwa Individu yang mampu menyesuaikan diri akan siap menghadapi situasi baru serta bisa menyelaraskan dirinya sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungan tersebut.

Berbeda dengan pendapat Calhoun (dalam Wijaya 2016) mengungkapkan bahwa kehidupan manusia tidak bisa lepas dari kesulitan yang dihadapinya, kesulitan-kesulitan yang mengganggu tersebut bnnyak yang menyebutnya masalah, salah satu jalan yang kita lakukan untuk mengatasinya yaitu dengan membuat perubahan dan mengadakan kompromi dari hari kehari. Hal ini lah yang disebut dengan personal adjustment. Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa personal  adjustment merupakan suatu kegiatan untuk memenuhi kebutuhannya dengan tetap menekankan hubungan yang hamonis dengan lingkungannya. Hal demikian akan menciptakan keselarasan antara diri dengan lingkungan.

Eshun (dalam Fuad dan Zarfiel, 2013) menambahkan bahwa sebuah respon individu terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya dapat membantu individu mengatasi tuntutan-tuntutan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pandangan Allport (dalam Khumairoh,2017) mengenai pengertian personality dalam adjustment, dapat diketahui bahwa setiap individu memiliki cara personal adjustment yang unik terhadap lingkungannya.

Mutadin (dalam Wijaya, 2016) juga menambahkan personal adjustment merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam melakukan personal adjustment, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan personal adjustment merupakan kemampuan individu untuk dapat menyikapi perubahan dalam hidupnya. Baik dari dalam dirinya maupun lingkungannya. Individu yang personal adjustmentnya baik akan bersikap realistik dan objektif sehingga tidak akan menunjukkan adanya kesenggangan antara dirinya dengan lingkungan.

2.      Kriteria Personal Adjustment

Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan Personal Adjustment, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan personal adjustment. Rintang- rintangan itu mungkin terdapat dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya. Hubungannya dengan rintangan itu, terdapat individu-individu yang sudah mampu melakukan personal adjustment secara positif maupun sebaliknya. Sunarto, 1999 (dalam Khumairoh,2017) memberikan kriteria individu dengan personal adjustment positif maupun personal adjustment yang salah, yaitu sebagai berikut :

a.       Personal Adjustment yang positif

Mereka yang tergolong mampu melakukan personal adjustment yang positif ditandai hal-hal sebagai berikut :

·         Tidak menunjukkan ketegangan emosional

·         Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis 3). Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi

·         Memiliki pertimbangan raasional dan pengarahan diri

·         Mampu dalam belajar

·         Menghargai pengalaman

·          Bersikap realistik dan obyektif

Dalam melakukan personal adjustment secara positif, individu dapat melakukannya dalam beberapa bentuk, antara lain :

1.      Personal adjustment dengan menghadapi masalahnya secara langsung.

Dalam situasi ini individu secara langsung menghadapi masalahnya dengan segala akibat-akibatnya. Ia melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapinya.

2.      Personal adjustment dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan).

Dalam situasi ini individu mencari berbagai bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya.

3.      Personal adjustment dengan trial dan error (coba-coba)

Dalam cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba,  dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan. Taraf pemikiran kurang begitu berperan dibandingkan dengan cara eksplorasi.

4.      Personal adjustment dengan subtitusi (mencari pengganti)

Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat memperoleh adjusment dengan mencari pengganti.

5.      Personal adjustment dengan menggali kemampuan diri

Dalam hal ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu Personal adjustment.

6.      Personal adjustment dengan belajar.

Dengan belajar, individu akan banyak memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang dapat membantu melakukan Personal adjustment

7.      Personal adjustment dengan inhibisi dan pengendalian diri.

Personal adjustment akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang tepat dan pengendalian diri secara tepat pula. Dalam situasi ini individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindaka mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang dinamakan inhibisi.

8.      Personal adjustment dengan perencanaan yang cermat.

Dalam situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat. Keputusan diambil setelah dipertimbangkan dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya.

b.      Personal Adjustment yang salah

Kegagalan melakukan Personal adjustment positif, dapat mengakibatkan individu melakukan Personal adjustment yang salah, ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, membabi buta, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam adjustment yang salah, yaitu reaksi bertahan, reaksi menyerang, dan reaksi melarikan diri.

1.      Reaksi bertahan (defence reaction)

Individu berusaha mempertahankan dirinya dengan seolah-olah ia tidak sedang menghadapi kegagalan dan berusaha menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kesulitan. Adapun bentuk khusus dari reaksi ini, yaitu sebagai berikut.

a.       Rasionalisasi, yaitu mencari-cari alasan yang masuk akal untuk membenarkan tindakannya yang salah.

b.      Represi, yaitu menekan perasaannya yang dirasakan kurang enak ke alam tidak sadar. Ia akan berusaha melupakan perasaan atau pengalamannya yang kurang menyenangkan atau yang menyakitkan.

c.       Proyeksi, yaitu menyalahkan kegagalan dirinya pada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya, siswa yang tidak lulus menyebutkan bahwa hal itu disebabkan guru-guru membenci dirinya.

d.       “Sour grapes” (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan fakta atau kenyataan. Misalnya, remaja yang gagal SMS mengatakan bahwa handphone-nya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa menggunakan HP.

2.      Reaksi menyerang (aggressive reaction)

Individu yang salah akan menunjukkan sikap dan perilaku yang bersifat menyerang atau konfrontasi untuk menutupi kekurangan atau kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalan atau tidak mau menerima kenyataan. Reaksi reaksinya, antara lain:

a.       Selalu membenarkan diri sendiri,

b.      Selalu ingin berkuasa dalam setiap situasi,

c.       Merasa senang bila mengganggu orang lain,

d.      Suka menggertak, baik dengan ucapan maupun perbuatan,

e.       Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka,

f.       Bersikap menyerang dan merusak,

g.      Keras kepala dalam sikap dan perbuatannya,

h.      Suka bersikap balas dendam dan memerkosa hak orang lain

i.        Tindakannya suka serampangan, dan sebagainya.

3.      Reaksi melarikan diri (escape reaction)

Dalam reaksi ini, individu akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan konflik atau kegagalannya. Reaksinya tampak sebagai berikut

a.       Suka berfantasi untuk memuaskan keinginan yang tidak tercapai dengan bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai),

b.      Banyak tidur, suka minuman keras, atau menjadi pecandu narkoba,

c.       Regresi, yaitu kembali pada tingkah laku kekanak-kanakan. Misalnya, orang dewasa yang bersikap dan berperilaku seperti anak kecil.

3.      Bentuk Personal adjustment

Schneiders (dalam Chairunnisa, 2015) juga mengemukakan  bahwa ada dua macam bentuk personal adjustment yang dilakukan individu, yaitu:

a.       Personal adjustment pribadi

Adalah bentuk personal adjustment yang diarahkan kepada diri sendiri, seperti personal adjustment fisik dan emosi, personal adjustment seksual, dan personal adjustment moral dan religius.

b.      Personal adjustment sosial

Adalah bentuk personal adjustment terhadap lingkungan, seperti rumah, sekolah, dan masyarakat; yang merupakan aspek khusus dari kelompok sosial. Hal ini berarti melibatkan pola hubungan di antara kelompok yang ada dan saling berhubungan secara integral di antara ketiganya.

Sementara itu, menurut Gunarsa, bentuk personal adjustment ada dua, antara lain (dalam Sobur, 2003):

a.       Adaptive

Merupakan bentuk personal adjustment bersifat fisik, artinya perubahanperubahan dalam proses fisiologis untuk menyesuaikan kebutuhan diri terhadap lingkungan.

b.      Adjustive

Merupakan bentuk personal adjustment bersifat psikis, artinya personal adjustment, baik emosi dan tingkah laku terhadap lingkungan yang memiliki norma sosial.

4.      Aspek-aspek Personal adjustment

Schneiders, 1964 (dalam Khumairoh,2017) mengungkapkan bahwa personal adjustment yang baik meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

a.       Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih

Aspek ini menekankan pada adanya kontrol emosi yang memungkinkan individu tersebut untuk menghadapi permasalahan dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan.

b.      Tidak terdapat mekanisme psikologis

Aspek ini menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang normal daripada penyelesaian masalah melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri. Individu dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

c.       Tidak terdapat perasaan frustasi personal

Perasaan frustasi membuat seseorang sulit untuk bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah. Individu yang frustrasi akan merasa tidak berdaya dan hidup tanpa harapan. Maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.

d.      Kemampuan untuk belajar

Penyesuaian merupakan proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres.

e.       Pemanfaatan pengalaman masa lalu

Dalam proses pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman di masa lalu itu penting. Individu dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui kegiatan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu proses personal adjustment dalam dirinya.

Sedangkan Fahmy, 1982 (dalam Khumairoh,2017) mengungkapkan bahwa ada 2 aspek personal adjustment yaitu:

a.       Personal adjustment pribadi

Kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan adjustment pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggung jawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan adjustment pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.

b.      Personal adjustment sosial

Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari- hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses adjustment sosial. Adjustment sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan- hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum.

Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu. Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam proses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan adjustment sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai adjustment pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam adjustment sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses adjustment sosial individu mulai berkenalan.

 

5.      Proses Personal adjustment

Proses Personal adjustment menurut Schneiders (dalam Chairunnisa, 2015) setidaknya melibatkan tiga unsur, yaitu:

1.      Motivasi dan Personal Adjustment

Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses personal Adjustment. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme. Kualitas respon, apakah sehat, efisien, merusak atau patologis ditentukan terutama oleh kualitas motivasi, selain juga hubungan individu dengan lingkungan.

2.      Sikap Terhadap realitas dan Proses Personal Adjustment

Berbagai aspek personal adjustment ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi terhadap manusia disekitarnya, benda-benda, dan hubungan-hubungan yang membentuk realitas. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap realitas dan kontak yang baik terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses personal adjustment yang sehat. Beberapa perilaku seperti sikap antisosial, kurang berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan, dan semaunya sendiri, semuanya itu sangat mengganggu hubungan antara personal adjustment dengan realitas.

6.      Pola dasar Personal Adjustment

Dalam Personal Adjustment sehari-hari terdapat suatu pola dasar

a.       Personal adjustment.

Sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip personal adjustment yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungannya maka proses personal adjustment menurut Sunarto, 1998 (dalam Khumairoh, 2017) dapat ditujukan sebagai berikut:

1.      Mula-mula individu disatu sisi merupakan dorongan keinginan untuk memperoleh makna dan eksistensi dalam kehidupannya dan disisi lain mendapat peluang atau tuntutan dari luar dirinya sendiri

2.      Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan rasional dan perasaan.

3.      Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya.

4.      Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes dan tidak kaku sehingga menimbulkan rasa aman tidak dihantui oleh kecemasan atau ketakutan

5.      Dapat bertindak sesuai dengan potensi positif yang layak dikembangkan sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan, tidak disingkirkan oleh lingkungan maupun menentang dinamika lingkungan.

6.      Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran, selalu menunjukkan perilaku hormat sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta dapat mengerti dan menerima keadaan orang lain meskipun sebenarnya kurang serius dengan keadaan dirinya.

7.      Kesanggupan merespon frustasi, konflik, dan stress secara wajar, sehat dan professional, dapat mengontrol dan mengendalikannya sehingga dapat memperoleh manfaat tanpa harus menerima kesedihan yang mendalam.

8.      Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup menerima kritik dan tindakannya dapat bersifat murni sehingga sanggup memperbaiki tindakan-tindakan yang sudah tidak sesuai lagi.

9.      Dapat bertindak sesuai dengan norma yang dianut oleh lingkungannya serta selaras dengan hak dan kewajiban.

10.  Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sendiri, orang lain dan segala sesuatu diluar dirinya sehingga tidak pernah merasa tersisih dan kesepian.

7.      Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Personal Adjustment

Personal adjustment adalah kemampuan individu menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya (Parman, 2013). Dalam melakukan personal adjustment, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dalam kemampuan seorang individu dalam melakukan personal adjustment di kehidupannya. Menurut Schneiders, 1964 (dalam Khumairoh, 2017) faktor-faktor yang mempengaruhi personal adjustment adalah :

a.       Kondisi fisik

Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi personal adjustment adalah :

1.      Hereditas dan Konstitusi fisik

Temperamen merupakan komponen utama karena temperamen itu muncul karakteristik yang paling dasar dari kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi dengan personal adjustment.

2.      Sistem utama tubuh seperti sistem syaraf, kelenjar dan otot termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap personal adjustment.

3.      Kesehatan fisik

Personal adjustment individu akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses personal adjustment.

b.      Perkembangan dan kematangan

Bentuk-bentuk personal adjustment individu berbeda pada setiap tahap perkembangan sejalan dengan perkembangannya individu meninggalkan tingkah laku dalam merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran semata, melainkan karena individu menjadi lebih matang. Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi mempengaruhi bagaimana individu melakukan personal adjustment.

c.       Keadaan psikologis

Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya personal adjustment yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan dalam personal adjustment. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.

d.      Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang baik, damai, tenteram, aman, penuh penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses personal adjustment. Sebaliknya apabila individu tinggal di lingkungan yang tidak tenteram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan mengalami gangguan dalam melakukan proses personal adjustment. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga. Sekolah bukan hanya memberikan pendidikan bagi individu dalam segi intelektual, tetapi juga dalam aspek sosial dan moral yang diperlukan dalam kehidupan sehari- hari. Sekolah juga berpengaruh dalam pembentukan minat, keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang menjadi dasar personal adjustment yang baik Schneiders, 1964 (dalam Khumairoh, 2017).

e.       Tingkat religiusitas dan kebudayaan

Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya Schneiders, 1964 (dalam Khumairoh, 2017). Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk melalukan personal adjustment dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.

Daradjat (2001) mengemukakan ada 3 faktor yang mempengaruhi personal adjustment, ketiga faktor tersebut adalah:

a.       Frustrasi (tekanan perasaan). Frustrasi adalah suatu proses dimana seseorang merasakan adanya hambatan terpenuhinya kebutuhan- kebutuhannya atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.

b.      Konflik (pertentangan batin). Konflik jiwa atau tekanan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam  waktu yang sama.

c.       Kecemasan, yaitu manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin.

8.      Dimensi dari Personal Adjustment

Personal adjustment yang normal merupakan cara bereaksi dan bertingkahlaku yang wajar. Personal adjustment yang normal memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik personal adjustment menurut Schneiders (dalam Indarwati, 2012) adalah:

a.       Ketiadaan Emosi Yang Berlebihan

Adjustment yang normal dapat diidentifikasi dengan tidak ditemukannya emosi yang berlebihan. Individu yang merespon masalah dengan ketenangan dan kontrol emosi memungkinkan individu untuk memecahkan kesulitan secara inteligen. Adanya kontrol emosi membuat individu mampu berpikir jernih terhadap masalah yang dihadapinya dan memecahan masalah dengan cara yang sesuai. Ketiadaan emosi tidak berarti mengindikasikan abnormalitas tapi merupakan kontrol dari emosi.

b.      Ketiadaan Mekanisme Psikologis

Adjustment normal dikarakteristikkan dengan tidak ditemukannya mekanisme psikologis. Ketika usaha yang dilakukan gagal, individu mengakui kegagalannya dan berusaha mendapatkannya lagi merupakan personal adjustment yang baik dibandingkan melakukan mekanisme seperti rasionalisasi, proyeksi, kompensasi. Individu dengan personal adjustment yang buruk berusaha melakukan rasionalisasi dengan menimpakan kesalahan pada orang lain.

c.       Ketiadaan Perasaan Frustrasi Pribadi

Adjustment yang baik terbebas dari perasaan frustrasi pribadi. Perasaan frustrasi membuat sulit bereaksi normal terhadap masalah. Misalnya, seorang siswa yang merasa frustrasi dengan hasil akademiknya yang terus merosot menjadi sulit untuk mengorganisasikan pikiran, perasaan, tingkah laku efisien pada situasi dimana individu merasa frustrasi. Individu yang merasa frustrasi akan mengganti reaksi normal dengan mekanisme psikologis atau reaksi lain yang sulit dalam melakukan personal adjustment seperti sering marah tanpa sebab ketika bergaul dengan orang lain.

d.      Pertimbangan Rasional Dan Kemampuan Mengarahkan Diri (Self- direction)

Karakteristik menonjol dari adjustment normal adalah pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri. Karakteristik ini dipakai dalam tingkahlaku sehari-hari untuk mengatasi masalah ekonomi, hubungan sosial, kesulitan perkawinan. Kemampuan individu menghadapi masalah, konflik, frustrasi menggunakan kemampuan berpikir secara rasional dan mampu mengarahkan diri dalam tingkah laku yang sesuai mengakibatkan adjustment normal.

e.       Kemampuan Untuk Belajar

Adjustment normal dikarakteristikkan dengan belajar terus- menerus dalam memecahkan masalah yang penuh dengan konflik, frustrasi atau stres. Misalnya orang yang belajar menghindari sikap egois agar terjadi keharmonisan dalam keluarga.

f.       Kemampuan Menggunakan Pengalaman Masa Lalu

Kemampuan menggunakan pengalaman masa lalu merupakan usaha individu untuk belajar dalam menghadapi masalah. Adjustment normal membutuhkan penggunaan pengalaman masa lalu. Pengalaman masa lampau yang menguntungkan seperti belajar berkebun diperlukan agar individu dapat menggunakannya untuk pengalaman sekarang ketika menghadapi kesulitan keuangan dengan membuka usaha menjual tanaman.

g.       Sikap Realistik Dan Objektif

Adjustment yang normal berkaitan dengan sikap yang realistik dan objektif. Sikap realistik dan objektif berkenaan dengan orientasi individu terhadap kenyataaan, mampu menerima kenyataan yang dialami tanpa konflik dan melihatnya secara objektif. Sikap realistik dan objektif berdasarkan pada belajar, pengalaman masa lalu, pertimbangan rasional, dapat menghargai situasi dan masalah. Sikap realistik dan objektif digunakan untuk menghadapi peristiwa penting seperti orang yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki motivasi sehingga dapat menerima situasi dan berhubungan secara baik dengan orang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFERENSI

 

Acocella, J. R., & Calhoun, J. F. 1990. Psychology of adjustment human relationship (3th ed).

New York: McGraw-Hill.

Chairunnisa, H. 2015. Hubungan Locus of Control dengan Penyesuaian diri pada mahasiswa

tingkat pertama di Universitas Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Daradjat, Z. 2001. Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.

Fuad, Z. 2013. Hubungan Antara Penyesuaian Diri Di Perguruan Tinggi Dan Stres Psikologis

Pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Skripsi. Jakarta. Universitas Indonesia.

Indrawati, F. 2012. Attachment dan Penyesuaian Diri dalam Perkawinan. Jurnal.Diponegoro.

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.

Khumairoh, Puput. 2017. Korelasi Emotional Maturity Dengan Personal Adjustment

Mahasiswa Baru Yang Tinggal Di Pesantren. Surabaya : UIN Sunan Ampel.

Parman, R. 2013. Penyesuaian diri laki-laki dan perempuan dengan mengendalikan variabel

sense of humor. Jurnal Online Psikologi. 01, 02, 464-479.

Patosuwido. S. R. 1993. Penyesuaian Diri Mahasiswa dalam Kaitannya dengan Konsep Diri

Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi... Jurnal Psikologi .

Sobur, A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Wijaya, R, 2016. Perbandingan penyesuaian diri mahasiswa yang berkepribadian ekstrovert

danintrovert pada program studi pendidikan sekolah dasar Universitas haluoleo kendari. Jurnal. Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Unhalu Kendari

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TOPIK 5. MIKROSKILLS TAHAPAN KONSELING DAN PSIKOTERAPI

TOPIK 1. DASAR-DASAR KONSELING DAN PSIKOTERAPI

TOPIK 4. TIPE-TIPE KONSELING DAN PSIKOTERAPI